Perkembangan internet hingga menjadi teknologi yang digenggam sekaligus menggenggam manusia, diwarnai oleh noktah kelam bernama Dotcom Bubble. Ketika akhirnya Dotcom Bubble tersebut pecah, triliunan dollar investasi menguap begitu saja. Namun pecahnya Dotcom Bubble tersebut tidak menjadi akhir internet dan justru menjadi awal perkembangan yang lebih stabil setelahnya. Perusahaan-perusahaan yang selamat dari krisis tersebut, seperti e-Bay dan Amazon, kini menjadi raksasa dengan pemiliknya menjadi bagian dari kelompok orang terkaya dunia.
Internet yang awalnya hanya digunakan untuk kepentingan riset dan militer, pada akhir millenium yang lalu mulai dikembangkan untuk publik dan dikomersialkan. Pada saat itu, internet dianggap sebagai teknologi inovatif dengan prospek yang cerah dan menjanjikan sehingga ratusan perusahaan baru (startup) muncul untuk membangun layanan berbasis internet. Para investor yang terpesona berani menanamkan dananya pada startup–startup yang belum memiliki pendapatan yang tetap, beberapa bahkan belum memiliki produk ataupun model bisnis yang jelas.
Beberapa startup tersebut pada akhirnya gagal membukukan laba dan hanya membakar modal dari investor untuk terus beroperasi. Ketika bahan bakar habis, roda perusahaan pun berhenti berputar. Banyak perusahaan yang pada puncaknya mempunyai kapitalisasi pasar hingga ratusan juta dollar berubah menjadi seharga kayu kering hanya dalam beberapa bulan.
InfoSpace contohnya, harga saham perusahaan mesin pencari ini mencapai puncaknya pada Maret 2000 sebesar 1.305 dollar per lembar saham namun menukik kurang dari dua tahun menjadi hanya sebesar 2 dollar per lembar saham. Sedangkan Webvan, sebuah toko online yang menjanjikan pengiriman dalam waktu 30 menit, berhasil menarik modal 396 juta dolar dari modal ventura serta 375 juta dolar pada saat IPO tahun 1999. Namun, hanya dalam waktu 3 tahun sejak beroperasi yakni pada tahun 2001, Webvan menyatakan bangkrut dan sekarang melebur dalam Amazon.
Beberapa perusahaan berhasil bertahan melewati pecahnya dotcom bubble tersebut dengan mempunyai produk dan model bisnis yang berkelanjutan. Dan yang seperti kita tahu dan manfaatkan sekarang, internet menjadi salah satu inovasi terbesar dalam peradaban manusia. Dotcom bubble hanya sekedar hype berlebihan yang dilakukan manusia (mungkin salah satunya akibat ketamakan) dalam menanggapi sebuah inovasi dan teknologi baru.
Hype Cycle
Gartner, konsultan teknologi asal Amerika Serikat menggambarkan siklus perkembangan sebuah teknologi dalam grafik yang mereka sebut dengan hype cycle. Masa hidup sebuah teknologi dibagi menjadi lima fase yang masing-masing disebut dengan Technology Trigger, Peak of Inflated Expectations, Trough of Disillusionment, Slope of Enlightenment, dan Plateau of Productivity.
Pada fase Technology Trigger, sebuah teknologi baru diperkenalkan. Pada fase ini biasanya belum terdapat produk yang bisa dimanfaatkan. Potensi komersialisasi pun belum terbukti. Namun demikian, potensi atas apa yang dapat dilakukan teknologi tersebut berkibar berkat ketertarikan media dan uji coba awal teknologi tersebut. Akibat booming cerita keberhasilan produk baru tersebut, harapan publik melambung dan membuat teknologi tersebut menjadi terkenal dalam fase Peak of Inflated Expectations. Pada fase ini, beberapa investor yang cukup berani sudah mulai masuk untuk memberikan pendanaan.
Pesatnya perkembangan harapan publik tersebut juga diikuti dengan penurunan harapan dengan kecepatan yang sama. Perasaan publik terhempas akibat gagalnya produk dari teknologi tersebut dalam memenuhi harapan. Ketertarikan terhadap produk tersebut mengalami penurunan drastis dan mencapai dasarnya pada fase Trough of Disillusionment. Pada fase ini, beberapa pengembang sudah gulung tikar sedangkan beberapa yang lain mencoba memperbaiki produk awal mereka.
Dalam Slope of Enlightenment, pengembang mulai menemukan inovasi-inovasi baru atau penggunaan baru dari teknologi tersebut, terkadang-kadang terbantu dengan pengembangan teknologi lain. Produk-produk generasi kedua dan ketiga mulai hadir dengan pembaruan. Beberapa produk sudah mulai menjawab kebutuhan publik dan diproduksi dalam skala komersial. Perkembangan generasi kedua ini tak secepat generasi pertama, tetapi lebih stabil dan mempunyai manfaat yang lebih jelas.
Pada akhirnya teknologi tersebut diterima dan digunakan oleh publik secara massal dalam fase Plateau of Productivity sebagaimana internet kita nikmati saat ini. Dotcom bubble adalah masa ketika internet mengalami fase Peak of Inflated Expectations dan kemudian meletus menjadi Trough of Disillusionment.
Hype Cycle dalam Mata Uang Digital
Gartner menggunakan hype cycle untuk menganalisa teknologi atau inovasi yang sedang berkembang. Umumnya, mereka akan memberikan saran investasi berdasarkan fase perkembangan teknologi tersebut. Teknologi baru seperti cryptocurrency juga dapat dianalisa posisinya dengan menggunakan hype cycle tersebut.
Cryptocurrency berbasis blockchain pertama kali muncul diwakili oleh Bitcoin pada tahun 2009. Sejak awal kemunculannya, Bitcoin dipromosikan mempunyai manfaat untuk memfasilitasi transaksi tanpa melibatkan pihak ketiga sehingga memungkinkan transaksi antarnegara dapat dilakukan dengan lebih cepat dan lebih murah. Namun demikian, perlu waktu yang lumayan bagi Bitcoin untuk memperoleh popularitasnya. Sampai dengan tahun 2016, harga Bitcoin belum pernah menembus 1.000 dollar.
Peak of Inflated Expectations terhadap Bitcoin dan cryptocurrency bisa disebut terjadi pada tahun 2017, ketika harga Bitcoin meroket dari di bawah 1.000 dollar pada Januari 2017 menjadi di atas 19.000 dollar pada Desember 2017. Puncak tersebut tak bertahan lama, karena pada awal 2018, nilai Bitcoin menurun menjadi berkisar 11.000 dollar. Hype cycle memang tidak dapat disejajarkan dengan grafik harga Bitcoin. Namun sebagai mata uang, kegagalan Bitcoin menjaga kestabilan nilainya sendiri adalah salah satu hambatan penggunaan Bitcoin dalam transaksi harian. Grafik harga Bitcoin serupa bentuk dengan grafik index Nasdaq pada saat dotcom bubble terjadi. Penyebabnya pun sama: ketamakan spekulan.
Di sisi lain, pengembang masih terus melakukan inovasi dengan mengembangkan cryptocurrency baru sebagai jawaban atas kelemahan cryptocurrency yang sudah ada. Bitcoin sendiri memiliki belasan sempalan, dengan tiga diantaranya adalah Etherum, Bitcoin Cash dan Bitcoin Gold.
Etherum, sebuah platform aplikasi yang berbasis blockchain muncul pada tahun 2014 sebagai inovasi untuk memberikan kemudahan pengembangan aplikasi di atas blockchain setelah sebelumnya ditolak untuk dibangun berbasis blockchain milik Bitcoin. Sedangkan pada tahun 2017, secara bersamaan muncul Bitcoin Cash dan Bitcoin Gold. Bitcoin Cash lahir untuk memperbaiki keterbatasan jumlah transaksi dalam Bitcoin. Sedangkan Bitcoin Gold adalah versi demokratis Bitcoin yang memungkinkan Bitcoin Gold ditambang hanya dengan komputer rumahan, bukan spesial hardware.
Satu solusi untuk setiap masalah dan satu cryptocurrency baru untuk setiap idealisme menjadikan per Februari 2018 terdapat 1.531 jenis cryptocurrency. Jumlah itu bahkan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata uang tradisional dan mengingatkan pada jumlah startup yang muncul pada saat dotcom bubble. Dari jumlah tersebut, mungkin hanya beberapa cryptocurrency yang bertahan dan menjadi teknologi yang matang.
Berdasarkan kondisi saat ini, cryptocurrency sepertinya belum melewati fase Trough of Disillusionment. Hanya investor berani rugi yang direkomendasikan masuk dalam fase trial and error ini. Memaksa negara dan otoritas untuk ikut berpartisipasi dalam fase ini juga dapat merugikan baik bagi negara maupun bagi perkembangan teknologi tersebut.