dalam Professional Opinion

Memberikan Ruang untuk Inovasi dalam Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan

We didn’t do anything wrong, but somehow we lost. Kalimat tersebut diucapkan oleh Stephen Elop, CEO Nokia, untuk menutup konferensi pers pada saat mengumumkan akuisisi Microsoft atas perusahaannya. Tak ada hal yang salah yang dilakukan Nokia saat mereka menguasai penjualan handphone di dunia. Namun, mereka terlambat belajar dan berinovasi, dan tiba-tiba saja Nokia sudah tersingkir dari kompetisi.

Pada era ini, inovasi dan perubahan terjadi dengan sangat cepat, terakselerasi oleh perkembangan teknologi internet dan perangkat mobile. Sementara e-commerce disebut-sebut mematikan toko retail tradisional, GoJek menantang kemapanan BlueBird sebagai penyedia transportasi andalan. Jumlah majalah dan koran yang berhenti menerbitkan edisi cetak sudah tak terhitung lagi, karena terdesak oleh media online.

regulatory-sandbox

Industri keuangan barangkali memang sedikit lebih tahan terhadap perubahan dibanding industri lainnya. Namun demikian, tantangan yang dihadapi lembaga keuangan sebenarnya sama dengan industri lain: konsumen ingin praktis dan cepat serta kalau bisa lebih murah. Hal tersebut harus dimengerti oleh lembaga jasa keuangan dan menjadi dasar melakukan inovasi. Kalau tidak, lembaga keuangan bisa tergilas oleh kompetisi, baik dengan startup yang jauh lebih kecil maupun dengan sesama lembaga keuangan.

Dalam kompetisi tersebut, lembaga pengawasan berkepentingan untuk memastikan perlindungan nasabah, integritas sistem keuangan (kaitannya dengan pencucian uang dan pendanaan terorisme) serta stabilitas ekonomi secara umum. Hal tersebut harus dilakukan dengan tetap memberikan ruang kepada pelaku jasa keuangan melakukan inovasi. Caranya adalah dengan memastikan adanya aturan main yang adil (level playing field) antara lembaga keuangan existing dengan pemain baru (startup fintech) serta adanya kebijakan terhadap inovasi.

Level Playing Field

Dalam Digital Economy Outlook edisi September 2017, BBVA mengungkapkan bahwa level playing field dimaknai berbeda dan bahkan kontradiktif antara lembaga keuangan dan startup. Di satu sisi, startup menginginkan kemudahan perizinan sebagai akses kompetisi, sedangkan lembaga keuangan meminta segala kewajiban yang diterapkan pada mereka juga diterapkan pada startup.

Atas dasar manajemen risiko, tak mudah bagi Bank untuk menerapkan inovasi karena berbagai peraturan yang wajib dipatuhi. Contohnya adalah persyaratan untuk menyampaikan hasil audit independen terhadap produk electronic channel yang akan diterbitkan. Selain menambah beban biaya bagi Bank, persyaratan tersebut membuat inovasi Bank membutuhkan waktu yang lebih lama.

Persyaratan seperti ini tidak berlaku bagi startup. Apalagi startup bisa memanfaatkan celah aturan dengan bermain pada sektor yang belum diatur. Inovasi pada startup bisa dilakukan dengan lebih cepat. Namun di sisi lain, startup mengalami kesulitan dengan beratnya persyaratan untuk memperoleh izin. Misalnya pada perizinan peer-to-peer lending yang begitu detail sampai dengan kewajiban untuk menyampaikan daftar inventaris dan peralatan kantor sebagai bukti kesiapan operasional.

Menurut BBVA, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menerapkan level playing field adalah dengan menetapkan batasan peraturan kehati-hatian hanya pada kegiatan utama lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang memiliki aktivitas yang bersaing langsung dengan startup, tunduk pada aturan spesifik terhadap aktivitas tersebut. Misalnya, kegiatan penjualan reksa dana yang tidak terkait langsung dengan kegiatan utama Bank dapat diatur dengan aturan spesifik yang sama yang mengatur penjualan reksa dana secara online oleh e-commerce.

Hanya saja, inovasi seringkali berjalan di depan peraturan. Terdapat area bisnis yang belum diatur dalam ketentuan yang berlaku saat ini. Untuk itu, perlu adanya framework pengaturan dan pengawasan yang mengatur layanan baru, baik dari lembaga keuangan maupun startup. Framework tersebut mengatur mengenai langkah-langkah pengawasan jika ada inovasi baru yang belum diatur. Robo-advisor, big data, dan blockchain adalah sebagian contoh inovasi yang segera muncul di bidang keuangan. Dengan adanya framework pengawasan, inovasi dapat dijalankan tanpa harus menunggu aturan yang menaungi inovasi tersebut.

Tak jarang, inovasi yang dilakukan tidak sesuai dengan aturan yang ada saat ini atau dalam area abu-abu antara boleh dan tidak boleh. Inovasi seperti ini tetap harus diperhatikan, apalagi kalau inovasi ini bisa memberikan manfaat bagi nasabah dan juga stabilitas keuangan. Untuk hal seperti ini, Bank sentral Belanda, De Nederlandsche Bank (DNB) dengan otoritas pasar modal Belanda, Authority for the Financial Market (AFM) sudah mempunyai solusinya.

Regulatory Sandbox

Pada Desember 2016 yang lalu, DNB dan AFM meluncurkan inisiatif yang disebut dengan Innovation Hub. Innovation Hub pada dasarnya adalah regulatory sandbox di mana lembaga jasa keuangan maupun startup dapat “menantang” sebuah peraturan. Regulatory sandbox ini diterapkan pada sebuah inovasi yang punya alasan kuat untuk tidak mematuhi sebuah kebijakan, ketentuan atau peraturan. Namun, sebagai prasyarat, inovasi tersebut harus mempunyai kontribusi positif pada stabilitas keuangan, memperlancar operasional, serta kesejahteraan nasabah dan investor.

Dengan menggunakan skema blockchain dari Bitcoin misalnya, Bank bisa membangun sistem pembayaran yang lebih cepat sekaligus lebih murah. Namun inovasi seperti ini di Indonesia bisa jadi berbenturan dengan aturan di mana Bank tidak boleh melakukan transaksi jual beli Bitcoin. Jika terjadi kasus seperti ini, dengan skema regulatory sandbox Pengawas akan melakukan penelitian terhadap alasan ketidakpatuhan. Bisa jadi, sebuah inovasi tidak memenuhi ketentuan secara harfiah, namun inovasi tersebut sesuai dengan semangat dan tujuan dari ketentuan tersebut.

Inovasi yang masuk ke dalam sandbox diperbolehkan beroperasi dalam kondisi tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan oleh Pengawas. Selama jangka waktu tersebut, Pengawas akan melakukan evaluasi, apakah inovasi tersebut perlu bisa dilanjutkan untuk seterusnya, perlu penyesuaian, atau harus dihentikan sama sekali. Evaluasi yang dilakukan oleh Pengawas, termasuk apakah diperlukan perubahan terhadap ketentuan yang sudah ada.

Selain regulatory sandbox, otoritas Belanda menawarkan tiga opsi perizinan khusus yakni izin sebagian (partial authorisation), izin bersyarat (authorisation with requirements), dan izin partisipasi (opt-in authrorisation). Persyaratan ketiga jenis perizinan tersebut tidak seberat izin biasa melainkan disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilakukan. Dengan adanya kemudahan izin, startup dapat menjalankan operasional sekaligus lebih leluasa memperkuat modal atau merekrut sumber daya manusia sambil secara bertahap menyesuaikan operasional sesuai ketentuan.

Regulatory sandbox dan perizinan khusus tersebut hanyalah contoh tools untuk memberikan ruang bagi inovasi dalam pengawasan lembaga jasa keuangan. Namun yang lebih penting untuk dicontoh adalah adanya kemauan dari lembaga pengawasan di Belanda untuk berinteraksi secara aktif baik dengan lembaga keuangan maupun startup yang akan berinovasi. Komunikasi aktif tersebut akan membuat lembaga pengawas dapat memahami kebutuhan lembaga keuangan terkait inovasi yang akan dilakukan. Hal itu pada akhirnya membuat pengawas mampu menentukan langkah pengawasan yang lebih tepat.

Dalam era kompetisi yang begitu ketat, inovasi menjadi kunci untuk tetap relevan. Nokia telah menunjukkan, tanpa melakukan hal yang salah pun bisa tetap tertinggal. Satu-satunya pilihan untuk lembaga keuangan dan pengawasnya adalah aktif bergerak dan berinovasi.

Sumber Gambar: [Planet Compliance]

Tulis Komentar

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.