Ini kedua kalinya aku ada di belakang mbak ini saat di kereta. Dan di kereta yang penuh banget seperti ini, aku tidak bisa tidak ikut membaca chattingan-nya.
Bahkan sebenernya, aku justru malah nggak hapal mukanya. Terutama karena dia pakai masker sepanjang di kereta. Aku mengingatnya justru karena chattingan-nya. Dalam dua kesempatan itu, mBaknya selalu chatting dengan seseorang yang kontaknya disimpan dengan nama “Pak Fadli BPAD”. Tapi di dalam chatting yang intense itu, pak Fadli dia sapa dengan sebutan “Abang”.
Pas pertama kali ketemu lebih dari sebulan yang lalu, pak Fadli atau agar lebih enak saya juga ikutan sebut Abang, sedang galau karena sesuatu entah apa. Adek (begitu si mbak menyebut dirinya dalam chatting dan begitu pula Abang memanggilnya), menasehati Abang untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Abang pun setuju, Abang mau menyerahkan semua masalahnya kepada Tuhannya.
Dalam chatting itu, Abang – Adek ini begitu religius. Tapi sebagai orang yang berpengalaman dalam ribuan proses pedekate, aku nggak sepercaya itu dengan Abang. Itu biasanya hanya sebuah trik agar kelihatan religius saat mendekati cewek yang kelihatan religius. Kebetulan Adek tampak religius dengan jilbabnya.
Hari ini, begitu pintu kereta menutup di stasiun Kebayoran Lama, Adek langsung merogoh hapenya, sebuah iPhone. Dibukanya chatting dengan Abang, dan dia bertanya “Abang di mana?”. Aku nggak sempat baca balasan dari Abang karena Abang nggak langsung membalas. Setidaknya sampai kereta nyampai stasiun Palmerah. Setelah dari stasiun Palmerah aku nggak lagi ada di belakang Adek.
Tapi hari ini aku jadi tahu kalau Abang – Adek ini kerja di tempat yang sama. Antara Kebayoran – Palmerah tadi aku melihat Adek punya grup wasap dengan nama “BPAD – DKI”. Setelah aku gugling barusan, BPAD adalah Badan Pengelola Aset Daerah, kantornya di Jalan Abdul Muis nggak terlalu jauh dari stasiun Tanah Abang. Jadi wajar kalau Abang dan Adek jadi deket, namanya juga temen kantor.
Yang bikin kedekatan mereka menarik bagiku adalah bawaan Adek saat naik kereta. Dalam dua kesempatan itu, Adek selalu membawa tas yang aku kenali sebagai tas pumping. Banyak ibu-ibu di kereta yang membawa tas sejenis. Isinya biasanya adalah botol kaca kosong saat berangkat kantor. Saat pulang, botol kosong itu menjadi berisi ASI, yang diperas dari tubuhnya sendiri saat di kantor. ASI itu menjadi bekal makanan untuk bayi mereka selama ibunya kerja.