Tips Wawancara LPDP yang Belum Pernah Anda Dengar Sebelumnya

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) menamai seleksi tahap ketiga dengan nama seleksi substansi. Tahap ini sebenarnya adalah seleksi wawancara, tetapi dari namanya, ini adalah tahap pokok, inti dari keseluruhan seleksi LPDP. Tahap ini paling menentukan keberhasilan untuk mendapatkan beasiswa impian.

Sebelum seleksi substansi, pada tahap pertama pelamar akan berjuang untuk lolos dalam seleksi administratif. Selain IELTS atau TOEFL dan IPK, poin penting dari seleksi ini adalah esai sepanjang 1.500 – 2.000 kata. Berdasarkan jumlah kata tersebut, ini esai yang sangat panjang. Sebagai gambaran, satu artikel di surat kabar berkisar 600 – 800 kata. 

Berdasarkan logika (saya), agak tidak mungkin panitia seleksi membaca esai sepanjang itu untuk semua pelamar yang jumlahnya mungkin ribuan hingga puluhan ribu. Kalau pun penilaian esai tersebut dikerjakan secara paralel oleh puluhan/ratusan panelis, maka LPDP akan menemui kendala untuk menentukan standard yang objektif sebagai pegangan masing-masing panelis. 

Kuasai Esai

Dari situ, saya berasumsi bahwa syarat terpenting untuk lulus dalam seleksi tahap pertama LPDP hanyalah syarat administratif seperti kemampuan bahasa Inggris dan IPK. Bukan berarti esai 2.000 kata itu tidak penting, justru tulisan tersebut akan diuji pada seleksi substansi. Pewawancara akan membaca dan menggali pertanyaan dari esai yang disampaikan. Dan ini berarti persiapan untuk seleksi substansi harus dilakukan jauh-jauh hari: tulis esai dengan baik dan kuasai materi esai tersebut sepenuhnya. 

Pastikan esai yang kamu tulis menjawab pertanyaan: komitmen kembali ke Indonesia, rencana pasca studi, dan rencana kontribusi di Indonesia. Ketiga pertanyaan tersebut sangat terkait dengan kondisi/masalah Indonesia (menurut kamu) saat ini serta kenapa memberikan beasiswa kepada kamu dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Dalam wawancara, kamu diharapkan menguasai konsep yang sudah ditulis pada esai dan menjelaskannya kepada pewawancara.

Tetap pada Konteks

Salah satu pertanyaan yang sangat mungkin muncul dalam wawancara adalah: kenapa memilih jurusan dan kampus A, B, dan C. JANGAN. PERNAH. SEKALIPUN. MENJAWAB. DI. LUAR. KONTEKS. JANGAN. Jangan sampai memberitahu pewawancara kalau kamu suka Manchester United dan (secara kebetulan) kamu mendaftar ke the University of Manchester. Kalau kamu adalah seorang wibu atau army, sebaiknya fakta tersebut tidak keluar saat wawancara sementara salah satu/semua universitas tujuanmu ada di Jepang/Korea. Lanjutkan membaca

Kerja Dulu Lolos LPDP Kemudian

Dalam Persiapan Keberangkatan (PK) angkatan 183, saya adalah anggota tertua paling senior di kelompok di mana saya bergabung. Bahkan, saya adalah satu dari hanya dua anggota yang lahir tahun 1980an. Itu pun masih ditambah fakta di mana saya baru akan kuliah untuk gelar master (S2). Tak sedikit teman yang lebih muda sudah bersiap-siap untuk gelar doktor mereka.

Untungnya, saya sudah cukup tua dewasa, untuk mengerti benar bahwa hidup ini bukan sebuah balapan. Setiap orang mempunyai timeline masing-masing yang tidak bisa bandingkan. Timeline yang sedang kita jalani adalah yang terbaik bagi diri kita masing-masing. Bagi saya, justru dengan bekerja terlebih dahulu selama hampir 12 tahun, memudahkan jalan saya untuk mendapatkan peluang untuk gelar master. Termasuk dalam hal mendapatkan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Dalam 12 tahun bekerja, saya mendapatkan beberapa hal yang membuat tahap-tahap proses seleksi LPDP terasa mudah. Yang pertama, selama bekerja, saya mendapatkan pengalaman untuk berhadapan secara langsung dengan masalah nyata. Pengalaman tersebut membuat saya memahami masalah secara lebih realistis serta melebarkan wawasan saya. 

Hal ini terutama membantu dalam membuat esai untuk tahap seleksi LPDP. Jika saya adalah sarjana Ilmu Komputer saja, mungkin saya tidak bisa langsung memahami hubungan antara perkembangan fintech dengan inklusi keuangan. Bahkan mungkin saja saya malah tidak mengerti sama sekali soal inklusi keuangan. 

Pengalaman saya sebagai pengawas bank, membuat saya mengerti bahwa perkembangan fintech berpotensi meningkatkan inklusi keuangan. Selanjutnya, hal tersebut bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum sebagaimana tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDG) 2030. 

Saya mengangkat hal ini sebagai tema besar dalam esai minimal 2.000 kata yang menjadi tahap pertama seleksi LPDP. Saya relatif tidak kesulitan untuk menyusun esai sepanjang itu. Cukup banyak pengalaman, pengetahuan, dan wawasan yang bisa saya tulis untuk memenuhi syarat seleksi pertama beasiswa LPDP tersebut. Lanjutkan membaca