Marilah kita mulai membaca tulisan ini dengan sejenak mengheningkan cipta untuk nasib buruk kata “anarki” di Indonesia. Sejak zaman akhir orde baru pada tahun 1997-1998, kata anarkis marak digunakan dalam pemberitaan dengan makna “kekerasan”. Contohnya dalam judul berita “Demo Anarki Timbulkan Antipati“. Padahal, dalam KBBI, anarki berarti (1) hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban; (2) kekacauan (dl suatu negara).
Masih menurut KBBI, anarkisme diartikan sebagai “ajaran (paham) yg menentang setiap kekuatan negara; teori politik yg tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang”. Meskipun ada penganut anarki yang menghalalkan segala cara, tetapi banyak juga pelaku anarki yang menghindarkan penggunaan kekuatan dan kekerasan dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang mereka inginkan. Sementara berkat penggunaan yang salah dari media sampai sekarang, kata anarkis bergeser maknanya sebagai sebuah tindakan yang merusak, menimbulkan kekacauan, menganggu ketertiban, atau membahayakan keamanan.
Salah satu contoh terbesar berjalannya anarkisme adalah pada tahun 1936 saat terjadinya revolusi Spanyol. Sekitar lima sampai tujuh juta orang bergabung dalam sebuah struktur sosial tanpa pemerintahan. Setiap orang melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing : ada yang bekerja di bidang pertanian, bekerja di pabrik atau sekolah, hingga menahan serangan dari militer. Hasil dari pekerjaan tersebut dapat dinikmati oleh setiap orang sesuai dengan kebutuhan masing-masing, bukan berdasarkan apa yang telah mereka berikan untuk komunitas.
Pada contoh tersebut, absennya penguasa tidak menghasilkan hal-hal yang ditakutkan warga negara pada umumnya: kekerasan dan kriminal di mana-mana, masyarakat hidup dalam kelaparan, hukum rimba berlaku, dan sebagainya. Anarkisme yang terjadi pada saat itu, jauh berbeda dengan makna anarkisme yang dikenalkan media kita.
Dalam arti sebenarnya, salah satu bentuk anarki yang sekarang sedang berkembang adalah Bitcoin. Bitcoin, yang telah ada sejak tahun 2009, marak diperbincangkan di Indonesia akhir tahun 2013 kemarin. Ramainya perbincangan Bitcoin (dan mulai adanya transaksi menggunakannya), sampai membuat Bank Indonesia merasa perlu untuk melakukan kajian terhadap Bitcoin. Langkah Bank Indonesia tersebut sepertinya membuat entitas yang berkepentingan terhadap Bitcoin di Indonesia merasa mendapatkan angin perhatian dari otoritas sistem pembayaran di Indonesia tersebut. Dua diantara founder entitas tersebut kemudian menulis surat terbuka untuk Bank Indonesia.
Tentang Bitcoin
Bitcoin merupakan mata uang virtual. Setiap orang dapat memperoleh Bitcoin dengan cara menambang. Untuk bisa membayangkan bagaimana Bitcoin ditambang, kita bisa mengingat saat guru kita mengajarkan persamaan kuadrat di bangku sekolah. Dulu kita diajari bagaimana cara mencari akar persamaaan kuadrat. Persamaan kuadrat x2 – 5x + 6 = 0 misalnya, akan menghasilkan angka 2 dan 3 sebagai penyelesaian. Proses menambang bitcoin adalah sebuah proses mencari salah satu akar persamaan yang dibuat oleh Satoshi Nakamoto, pencetus konsep Bitcoin. Orang pertama yang berhasil mendapatkan salah satu penyelesaian/solusi dari persamaan Bitcoin akan dihadiahi dengan bitcoin.
Solusi dari algoritma tadi adalah sebuah blok 64 bit angka yang setara dengan 50 bitcoin. Pada saat tulisan ini ditulis, 1 bitcoin setara dengan sekitar USD 855 atau sekitar IDR 10.260.000 . Kalikan sendiri untuk menghitung hasil yang didapat jika berhasil mendapatkan 50 bitcoin. Jumlah yang cukup untuk membeli rumah yang agak besar di pinggiran Jakarta.
Tapi tunggu. Menambang bitcoin tidak semudah hitung-hitungan barusan. Persamaan Bitcoin juga tentunya jauh lebih rumit daripada persamaan kuadrat yang dicontohkan. Sebagai gambaran tingkat kesulitannya, jumlah digit dalam 64 bit angka adalah 2 pangkat 64 atau 18.446.744.073.709.551.616 digit tepatnya. Dengan perangkat yang dijual di pasaran, sebuah perangkat komputer biasa hanya mampu mengumpulkan 0,0019 bitcoin dalam waktu 24 jam. Dengan modal 1 juta Rupiah untuk membeli perangkat ditambah dengan listrik yang dikonsumsi, mungkin butuh waktu lebih dari 3 bulan untuk bisa balik modal.
Apalagi bitcoin dirancang untuk semakin susah didapatkan seiring dengan berjalannya waktu dan semakin bertambahnya orang yang menggunakan bitcoin. Setiap empat tahun, nilai yang didapatkan dari usaha menambang bitcoin akan berkurang separuhnya. Dengan demikian, nilai bitcoin dapat dipertahankan terhadap harga barang. Jumlah bitcoin sendiri dibatasi sampai dengan 21 juta Bitcoin, yang diperkirakan akan ditambang pada tahun 2140. Desain seperti ini membuat Bitcoin mampu mempertahankan nilainya sendiri, tanpa campur tangan pihak ketiga sebagai otoritas. Bitcoin memang didesain untuk mendobrak tatanan ekonomi yang ada saat ini yang dikuasai oleh pemerintah dan didukung oleh sistem perbankan.
Selain dari desainnya, sifat anarki dari Bitcoin didukung oleh komunitas pendukungnya. Sistem transaksi Bitcoin dicatat dalam sebuah shared database yang disebut dengan blockchain. Blockchain ini disimpan oleh para penambang bitcoin yang juga menjadi pencatat sekaligus pengkonfirmasi transaksi dengan bitcoin.
Setiap kali ada transaksi yang terjadi pengguna akan meminta request untuk melakukan update kepada blockchain. Jika keabsahan bitcoin yang digunakan dalam transaksi dapat dipastikan, maka update tersebut akan ditambahkan kepada blockchain dan transaksi akan dikonfirmasi.
Bitcoin sebagai Suatu Bentuk Anarki
Bitcoin adalah satu bentuk anarki dalam sistem ekonomi. Sistem Bitcoin dirancang untuk melakukan self-rule dan didukung dengan penerapan kemajuan teknologi sehingga terlihat mengagumkan bagi pemuja matematika dan teknologi (termasuk saya). Namun, sesuai dengan contoh anarkisme yang berhasil diterapkan di Spanyol, semua orang harus melakukan tugas sesuai dengan perannya masing-masing agar konsep ini bisa berhasil.
Sayangnya, komunitas virtual tidak se-ideal komunitas anarkis pada saat revolusi Spanyol. Tanpa adanya otoritas, terjadi pencurian, penipuan, pembajakan terkait dengan bitcoin. Belum lagi tentang penyalahgunaan bitcoin untuk membeli barang atau jasa ilegal seperti narkotika dan pembunuh bayaran.
Namun, kekhawatiran terbesar terhadap bitcoin justru akan terjadi jika komunitas pendukungnya tidak lagi menjalankan peran besar mereka: mempercayai Bitcoin.
Kelemahan terbesar Bitcon adalah tidak adanya underlying terhadap mata uang tersebut. Emas diakui nilainya karena sifat mulianya, berkilau, anti-karat, penghantar listrik yang bagus, dan sebagainya. Jika semua orang tiba-tiba tidak lagi mengakui emas sebagai mata uang, setidaknya Anda bisa memakainya sebagai perhiasan atau sebagai kabel listrik yang lebih bagus daripada tembaga. Bagaimana pun Emas masih mempunyai manfaat dari sifat intriksiknya.
Dollar Amerika, meskipun lebih absurd, masih bisa dipahami underlying-nya. Karena dollar Amerika sudah tidak mempunyai underlying emas simpanan, nilai dollar Amerika sekarang hanya didasarkan pada kepercayaan orang terhadap pemerintah Amerika. Maka, nilai dollar Amerika naik turun tergantung pada kinerja pemerintah Amerika. Jika suatu saat semua orang tidak lagi mempercayai dollar Amerika, pemerintah Amerika mempunyai kewajiban untuk membeli semua dollar tersebut. Sedikit absurd, tapi masih diterima oleh semua orang sampai sekarang.
Sedangkan nilai dari Bitcoin adalah satu 64 bit angka yang cocok dengan algortima yang dikembangkan oleh Satoshi Nakamoto. Jumlahnya memang terbatas dan didapatkan tidak dengan cara yang mudah. Namun, apa yang membuat Bitcoin ini berharga sehingga seorang penjual mau menjual barangnya dengan ditukarkan blok angka? Hanya karena si penjual yakin ada orang lain yang mau menerima pembayaran dengan blok angka tersebut. Dengan underlying seperti itu, kepercayaan orang terhadap Bitcoin sebagai mata uang sama primitifnya dengan penggunaan kerang sebagai mata uang atas dasar kepercayaan. Jika kepercayaan orang terhadap nilai Bitcoin menurun perlahan hingga akhirnya jika kepercayaan tersebut sama sekali hilang, maka 64 bit angka tersebut sama tak berharganya dengan kertas HVS yang ditulisi USD 100 dan digambari dengan wajah Presiden Bill Clinton.
Karena itu, mengharapkan Bitcoin sukses sama seperti mengharapkan sebuah tatanan sosial anarkis berhasil diwujudkan. Terlihat mustahil, tetapi faktanya, tatanan sosial anarki bisa dilakukan dengan hasil yang memuaskan. Tatanan sosial anarkis yang terjadi pada Revolusi Spanyol yang diceritakan di awal tulisan, bertahan selama lebih dari 2 tahun sebelum invasi Jenderal Franco berhasil menaklukkan wilayah yang dikuasai kaum anarkis.
Sebagai informasi terakhir, anarki sosial yang juga didukung oleh anarki ekonomi di Spanyol dilakukan dengan cara yang ekstrim. Salah satunya, masyarakat pendukung anarkisme di Spanyol waktu itu membakar uang pemerintah. Hasilnya, kupon (dan bahkan sekedar kepercayaan) dapat digunakan untuk mendapatkan buah dan sayuran. Jika Anda mendukung Bitcoin untuk sukses di Indonesia hanya agar kemudian bisa mendapatkan banyak Rupiah, Anda hanya mencemari konsep brilian dari anarki Bitcoin.
Webmentions
[…] dari investasi Bitcoin, tidak sebanding dengan risiko yang dikandungnya karena sifatnya yang tanpa underlying, bergerak bebas tanpa ada dasar […]