Dalam piramida Maslow, kebutuhan sosial menjadi kebutuhan ketiga setelah kebutuhan fisik dan rasa aman. Jika seseorang memiliki sebuah smartphone, maka bisa jadi dirinya sudah bisa memenuhi kebutuhan fisik (minimal sandang dan pangan) serta sudah bisa mendapatkan rasa aman (kalau tidak ada rasa aman, orang tak akan berani punya smartphone).
Maka kebutuhan berikutnya adalah kebutuhan sosial. Sebuah keinginan tentang cinta, kasih sayang, rasa ingin memiliki dan dimiliki. Kebutuhan akan sebuah pelukan yang menenangkan, terutama setelah Anda dipermalukan oleh seisi SPBU yang penuh.
Jujur saja, setelah melakukan kesalahan dan disoraki di depan publik, Anda perlu mental sekuat politikus Indonesia untuk tetap berjalan dengan wajar seolah tidak terjadi apa-apa. Tanpa itu, pasti Anda marah, malu, sedih, campur jadi satu yang membuat emosi Anda perlu dilampiaskan.
Bagi seorang mahasiswa rantau, pelampiasan dengan curhat ke keluarga mungkin adalah pilihan yang susah. Pilihan yang lebih mudah adalah melampiaskan kepada pacar, entah dengan curhat atau dengan melakukan sesuatu yang lain.
Saya tidak tahu bagaimana mahasiswa zaman sekarang, tapi pada masa saya masih mahasiswa dulu, pelampiasan emosi dengan curhat kepada beberapa teman dekat selalu bisa menjadi pilihan. Pilihan yang akan membawa Anda kepada sebuah situasi di mana Anda akan diinjak-injak alih-alih ditolong, namun secara mengejutkan bisa menenangkan, membuat yakin bahwa ada yang peduli dengan Anda.
Di era di mana internet mengkoneksikan kita seperti sekarang ini, saya tidak akan kaget jika pilihan-pilihan tersebut menjadi sebuah kemewahan bagi mahasiswa. Keluarga jauh, pacar nggak punya, teman pun tak ada. Akhirnya, curhat kepada sosial media menjadi sebuah pilihan yang terlihat logis.
Privasi Semu oleh Path
Dari semua sosial media, Path mempunyai konsep yang membingungkan.
Menawarkan sebuah privasi di tengah ruang publik. Analogi yang sedikit mendekati Path mungkin adalah WC umum, sebuah ruang penuh privasi di fasilitas umum. Walaupun penuh privasi, Anda tetap tak bisa seenaknya di ruang itu, seperti misalnya meninggalkan tahi Anda begitu saja. WC umum tetaplah sebuah milik bersama yang tunduk kepada norma-norma sosial.
Di Path, Anda bisa memilih teman Anda, hanya 500 orang maksimal. Namun, saya sangat yakin, bahkan di dunia nyata Anda tidak akan bisa memilih 10 teman terbaik untuk menjaga rahasia Anda. Anda hanya bisa mengungkapkan rahasia terburuk Anda pada sejumlah kecil lingkaran dekat Anda.
Karena itu, mengumpat (apalagi mengumpat orang se-provinsi) di sosial media bukanlah tindakan yang bijak, sama seperti meninggalkan tahi di WC Umum. Mungkin satu dua orang teman akan tahan dengan bau busuk Anda, tapi tidak dengan 498 orang yang lain. Orang yang menemukannya akan berteriak, menunjuk pelakunya sebagai orang yang tercela.
Marah adalah sebuah reaksi yang normal. Emosi juga harus dilampiaskan, tak baik ditahan-tahan. Namun caranya harus benar. Pacar, sahabat, keluarga bisa menjadi pilihan yang suportif dan solutif. Kalau tidak punya ketiganya, mungkin Anda bisa meluangkan waktu untuk mencarinya, ketimbang menghabiskan waktu dalam pelukan kenyamanan yang semu dari sosial media.
memang kampus bangke! tidak berbudaya, kere, yakyak’an, jarang ada gadis cantiqnya pulak!
Untungnya kampus kita punya kamu, mas. Salah satu alumni yang maju…