Salah satu oleh-oleh mudik yang cukup sering saya bawa dari Kudus adalah kecap. Kecap bukan sembarang kecap, tapi Kecap No. 1 cap THG. Saya tahu kalau semua kecap memang mengaku sebagai yang nomor satu. Tapi bagi lidah saya, kecap ini memang nomor satu. Mulai dari sejak kuliah di Yogyakarta hingga lebaran yang baru saja berlalu, saya beberapa kali membawa sebotol kecap ini ke perantauan.
Di luar Kudus, kecap THG memang tidak mudah untuk ditemukan. Kemungkinan karena rasanya tidak terlalu cocok dengan selera kebanyakan orang. Kecap THG kental dan manis, yang bagi banyak orang (orang Jawa sekalipun) mungkin terlalu manis. Hanya orang Kudus yang merasa cocok dengan rasa manis ini. Mungkin saja, ini sekedar pendapat, bisa jadi benar bisa juga ngawur: rajin mengkonsumsi kecap ini sejak kecil adalah rahasia kenapa saya manis banget.
Sepanjang ingatan saya, kecap ini selalu dipakai oleh keluarga saya. Membawa kecap THG ke perantauan adalah salah satu cara sederhana untuk bisa merasakan “rumah”. Sekedar tempe, tahu, atau telur ceplok, dengan nasi dan kecap ini, adalah kehangatan bagi mereka yang merindu.
Dari sejak harganya Rp6 ribu sampai sekarang harganya Rp28 ribu, kecap ini masih menggunakan kemasan yang sama. Kecap ini dijual dalam botol beling (kaca) dengan desain label yang khas yang tidak berubah dari dulu sampai sekarang. Harga segitu termasuk dengan botol beling-nya. Jika kita membeli di warung sebelah rumah dengan membawa botol beling bekas, kecap bisa dibawa pulang dengan harga yang lebih murah.
Saya jadi ingat dengan toko Naked.Inc di Kemang, Jakarta Selatan. Toko ini menjual barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti sabun, sampo, deterjen, hingga bumbu-bumbu masak tanpa kemasan. Barang tersebut disediakan dalam botol kaca dalam jumlah besar. Pembeli membawa wadah mereka sendiri dan mengambil sesuai dengan kebutuhan. Dengan konsep seperti itu, toko ini bebas sampah plastik.
Siapa sangka konsep bebas sampah plastik itu sebenarnya telah dilakukan oleh sebuah perusahaan kecap kecil tradisional sejak bertahun-tahun yang lalu. Pelanggan membeli kecap dalam botol kaca. Botol kaca itu dapat ditukar dengan potongan harga untuk pembelian kecap berikutnya. Oleh produsen kecap, botol yang masih bagus dapat dicuci dan digunakan lagi untuk produksi berikutnya.
Selain THG, di Indonesia ada banyak kecap legendaris lainnya yang dijual dalam botol kaca seperti Kecap cap Sawi (Kediri), Kecap cap Orang Jual Sate (Probolinggo), Kecap cap Maja Menjangan (Majalengka), Kecap Benteng cap Istana (Tangerang), dan lain sebagainya. Selain bebas plastik, model distribusi kecap-kecap ini juga hemat karbon dan ramah lingkungan. Kecap-kecap ini umumnya hanya dijual di sekitar kota produsen kecap tersebut. Dengan demikian, tidak banyak bahan bakar yang digunakan untuk mendistribusikan kecap-kecap ini.
Kecap-kecap ini mungkin cuma kecap lokal, tetapi mereka ternyata punya pengaruh positif terhadap lingkungan secara global.
Sumber Gambar: Kaskus
bisa jadi jargon untuk produk Kecap THG nich .. Rajin mengkonsumsi kecap ini sejak kecil adalah rahasia kenapa saya manis banget…hihihi…
yang pernah saya coba n rekomen Kecap cap Orang Jual Sate sama Kecap cap Maja… aroma khas menurut saya…wah keren artikel nya bahasa perkecapan ….jarang ada lho