dalam Professional Opinion

Memacu Intermediasi di Tahun Ketiga Pandemi

Tulisan ini terbit pada halaman 1 Bisnis Indonesia tanggal 3 Januari 2022.

Pandemi Covid-19 akhirnya memasuki tahun yang ketiga pada tahun 2022. Masa dua tahun sebelumnya cukup panjang bagi banyak pihak untuk beradaptasi dengan cara hidup yang baru.

Tak terkecuali industri perbankan yang berusaha menumbuhkan kredit di tengah pandemi. Fokus penyaluran kredit perlu dialihkan kepada sektor ekonomi alternatif yang tahan pandemi.

Pada tahun 2020, impitan pandemi menyebabkan kontraksi pada sektor perbankan. Penyaluran kredit mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,41% (year-on-year/YoY). Perlambatan ekonomi berakibat pada penurunan permintaan kredit. Di sisi lain, bank juga lebih berhati-hati dan selektif dalam memberikan kredit agar tidak terjebak pada kredit bermasalah.

Kurva penyaluran kredit sudah menunjukkan titik balik pada awal 2021. Pada November 2021, penyaluran kredit sektor perbankan tumbuh sebesar 4,04%  (year-to-date/YtD). Total penyaluran kredit kepada pihak ketiga non bank sebesar Rp 5.705 triliun sudah mendekati level sebelum pandemi.

Tren positif ini dapat berlanjut pada tahun ini. Kondisi industri perbankan cukup siap untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih tinggi. Likuiditas perbankan dalam kondisi melimpah seperti terlihat dari loan to deposit ratio yang berada pada level  rendah sebesar 78,26%. Sementara itu, kelonggaran kredit yang bisa ditarik mencapai lebih dari Rp 1.700 triliun.

Namun, penyaluran kredit tak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara yang sama dengan sebelum pandemi. Perbankan perlu mengalihkan fokus untuk mencari sektor ekonomi alternatif yang mempunyai permintaan kredit yang masih cukup tinggi. Di sisi lain, sektor ekonomi yang dimaksud mempunyai prospek yang baik di tengah pandemi untuk memastikan adanya kemampuan membayar kembali.

Pada tahun ini, setidaknya ada lima sektor ekonomi yang memenuhi kriteria tersebut. Pertama, adalah sektor ekonomi yang terkait dengan program pemerintah.

Gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah, terutama pembangunan jalan tol, seakan tidak terdampak adanya pandemi.

Hal ini terlihat dari tren penyaluran kredit pada pembangunan jalan tol dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2020, sektor ini memiliki pertumbuhan kredit terbesar yang mencapai Rp22,39 triliun atau tumbuh 20,18%. Pertumbuhan tersebut berlanjut di mana sampai dengan November 2021 tercatat pertumbuhan sebesar Rp4,5 triliun (3,39%/YtD).

Pada tahun ini, pemerintah mempunyai beberapa program prioritas yang tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah. Program tersebut antara lain pembangunan kawasan industri terutama di luar Jawa serta pembangunan smelter nikel dan alumina. 

Kedua, kredit untuk kepemilikan properti kelas menengah. Kelompok masyarakat ini didominasi oleh pegawai dengan gaji tetap yang relatif tidak terpengaruh pandemi. Permintaan kredit untuk sektor ini tetap tumbuh pada saat kredit konsumsi lainnya mengalami penurunan. Dalam dua tahun terakhir, sektor ini secara berturut-turut tumbuh sebesar 7,09% dan 9,94%.

Ketiga, sektor-sektor ekonomi yang justru mendapatkan pengaruh positif dari pandemi. Contohnya adalah jaringan komunikasi. Tingginya kebutuhan internet saat pelaksanaan kerja dan sekolah di rumah memacu pertumbuhan kredit pada sektor ini. Hingga November 2021, subsektor ini tumbuh 51,51% atau mencapai sedikitnya Rp19,53 triliun.

Industri kertas juga terpengaruh positif oleh pandemi, terutama kertas industri untuk kemasan. Permintaan kertas industri meningkat dengan tingginya frekuensi belanja online selama pandemi. Sektor ini tumbuh 9,15% pada tahun 2020 dan melonjak lagi 18,76% pada tahun 2021.

Sektor lain yang mempunyai tren positif selama pandemi adalah industri farmasi dan jamu. Kredit pada sektor ini tumbuh pada 2020 dan 2021, yaitu masing-masing sebesar 11,31% dan 22,15%. Industri farmasi dan jamu diperkirakan tetap esensial selama masa pandemi.

Keempat, sektor ekonomi yang terpengaruh positif dari peningkatan harga komoditas. Sejak pertengahan 2021, kredit sektor batu bara dan kelapa sawit menunjukkan pertumbuhan yang positif. Khusus untuk kelapa sawit, pertumbuhan terjadi pada hulu hingga hilir yang meliputi perkebunan, perdagangan, serta industri minyak goreng.

Ketiga sektor tersebut secara total tumbuh Rp25,38 triliun atau 7,62% (YtD). Seiring dengan pulihnya ekonomi global, permintaan komoditas dapat meneruskan tren positif pada tahun ini.

Kelima, perbankan dapat mulai melirik penyaluran kredit pada kegiatan ekonomi hijau. Sebelum pandemi, sektor ini tidak terlalu banyak mendapatkan perhatian sehubungan dengan tingginya permintaan kredit pada sektor lain. Saat ini, sektor ini justru menawarkan alternatif penyaluran kredit yang potensial.

Contoh pembiayaan pada kegiatan ekonomi hijau adalah untuk transisi energi. Kredit untuk pengusahaan tenaga panas bumi misalnya, pada 2021 tumbuh sebesar Rp6 triliun atau 70 kali lipat lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Potensi penyaluran kredit pada ekonomi hijau lainnya ada pada teknologi hijau serta efisiensi energi.

Sektor perbankan secara umum menghadapi 2022 dengan outlook yang optimis. Dua tahun awal pandemi telah menjadi pengalaman yang berharga untuk melakukan adaptasi dan alternatif penyaluran kredit. Pertumbuhan kredit pada tahun ini diharapkan bisa lebih tinggi dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Tulis Komentar

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.