dalam Professional Opinion

Mengintip Keuangan Inklusi di Negeri Para Petani

Salah satu kasus e-money paling sukses di dunia, terjadi bukan di negara maju dengan teknologi paling canggih, tetapi justru terjadi di negara di mana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Negara tersebut juga bukan negara kaya, lebih dari setengah penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Negara tersebut bernama Kenya, dengan layanan e-money bernama M-PESA yang punya 17 juta pengguna aktif (Maret 2013) atau sekitar 45% dari total populasinya.

M-Pesa pertama diluncurkan pada tahun 2007, memberikan layanan di mana penggunanya bisa mengirim dan menerima uang, serta membayar tagihan. Layanan ini diselenggarakan bukan oleh Bank, melainkan oleh sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Safaricom yang menguasai sekitar 70% pangsa pasar di Kenya. Tidak memerlukan teknologi canggih, M-Pesa digunakan cukup dengan SMS. Yang dibutuhkan untuk menggunakan layanan ini hanya sebuah handphone dan sebuah kartu identitas yang masih berlaku.

mpesa

Sebelumnya hadirnya M-Pesa, orang Kenya mengirim uang dengan biaya yang relatif mahal. Untuk uang senilai USD 100 misalnya, mereka dapat mengirimkannya secara cepat melalui Bank atau MoneyGram dengan biaya masing-masing sekitar USD 20 dan USD 12. Sedangkan untuk cara yang lebih lambat, penduduk Kenya dapat mengirim melalui perusahaan bus (USD 3) atau kantor pos (USD 6). Sedangkan  M-Pesa menawarkan biaya sekitar USD 2,5 untuk mengirimkan uang secara real time dengan jumlah yang sama ke non-pengguna M-Pesa. Biaya pengiriman uang untuk sesama pengguna M-Pesa bahkan lebih murah lagi.

Dengan cepat, M-Pesa mengubah cara orang-orang Kenya mengirim uang dan bertransaksi. Insentif yang diberikan kepada kedua pihak (tenant dan nasabah), membuat M-Pesa juga digunakan sebagai payment platform. Sejumlah rumah sakit, perusahaan asuransi, sekolah hingga toko kelontong menerima pembayaran melalui M-Pesa.

Setelah lima tahun berjalan, M-Pesa dikembangkan menjadi layanan keuangan yang lebih kompleks. Untuk itu Safaricom menggandeng Commercial Bank of Africa, salah satu Bank komersial di Kenya. Kerja sama keduanya melahirkan M-SHWARI pada November 2012, memungkinkan penggunanya menabung serta mengajukan kredit. Lahirnya M-Shwari mendorong keuangan inklusi, di mana penduduk Kenya dengan penghasilan kecil, dapat mengakses layanan keuangan seperti yang dihadirkan sebuah Bank.

Berdasarkan data posisi Desember 2014, M-Shwari mengelola dana tabungan nasabah sebesar USD 45,3 juta dan menyalurkan kredit sebesar USD 17,7 juta. Jumlah dana kelolaan tersebut, kira-kira setara dengan jumlah dana kelolaan sebuah bank kecil di Indonesia.

NPL Rendah

Yang istimewa, meskipun termasuk jenis unsecured loan, total non-performing loan (NPL) untuk M-Shwari terbilang rendah. Berdasarkan laporan keuangan Safaricom tahun 2014, NPL M-Shwari hanya 2,7%, lebih rendah daripada NPL sektor perbankan Kenya yang menyentuh angka 5,4% per Desember 2014.

NPL rendah tersebut tercapai dengan penggunaan credit scoring yang menggunakan data-data nasabah dari Safaricom. Data yang digunakan antara lain data penggunaan e-money, penggunaan telekomunikasi, profil nasabah, serta jumlah tabungan nasabah. Data tersebut diolah untuk menentukan limit pinjaman kepada masing-masing nasabah.

Berdasarkan limit yang telah ditentukan, nasabah dapat mengajukan pinjaman yang besarnya berkisar antara USD 1 – 500 dengan jangka waktu peminjaman sampai dengan 30 hari. Untuk pinjaman tersebut, M-Shwari mengenakan fee sekali bayar sebesar 7,5%.

Fee tersebut, sebenarnya lebih tinggi, jauh lebih tinggi dari bunga pinjaman di Bank konvensional. Rata-rata Bank menetapkan suku bunga kredit sekitar 10% sampai dengan 20% per tahun. Sementara fee pinjaman M-Shwari jika dihitung setahun mencapai 90%, hampir jumlah pinjaman itu sendiri. Namun, para debitur M-Shwari tidak berpikir seperti itu.

Pengguna M-Shwari, yang 30% diantara masih berada di bawah garis kemiskinan, lebih sering menggunakan fasilitas pinjaman dari M-Shwari untuk kebutuhan yang sifatnya darurat dan jangka pendek. Misalnya untuk biaya berobat, kebutuhan mendesak tiba-tiba di malam hari, dan hal-hal lain jika tidak dipenuhi secara cepat justru menimbulkan dampak kerugian yang lebih besar. Selain itu, sistem yang serba on-line (termasuk penggunaan dana dengan transfer melalui M-Pesa) memungkinkan biaya dana yang lebih rendah daripada jika nasabah harus datang ke cabang bank.

Tak Mudah Ditiru

Kesuksesan Kenya dalam menghadirkan keuangan inklusi bagi penduduknya tak mudah untuk ditiru oleh negara lain. Teknologi dan sistem M-Shwari bisa saja disalin, namun infrastuktur pendukungnya tak mudah dibangun begitu saja.

Yang pertama, adalah Safaricom sendiri sebagai penyelenggara M-Shwari. Posisi Safaricom yang menguasai 70% pasar telekomunikasi di Kenya menjadikannya mempunyai database yang cukup lengkap tentang penggunanya. Data penggunaan telekomunikasi masing-masing nasabah menjadi dasar penentuan limit pinjaman.

Penggunaan data non-finansial ini, memungkinkan nasabah-nasabah baru yang sebelumnya unbankable dan belum memiliki history kredit, tetap bisa mendapatkan pinjaman uang.

Faktor kedua pendukung M-Shwari adalah jaringan sistem pembayaran M-Pesa yang digunakan oleh sekitar dua pertiga penduduk Kenya. Hal ini memungkinkan nasabah M-Shwari mendapatkan pinjaman dana yang mendesak di malam hari dan menggunakannya saat itu juga, karena pihak yang dibayarkan juga telah menggunakan M-Pesa.

Ketiga, Kenya telah mempunyai sistem ID nasional yang cukup canggih. Hal ini memungkinkan M-Shwari tak perlu repot mengumpulkan dan memeriksa data nasabah dalam hubungannya dengan Know Your Customer. Selain itu, Kenya juga mempunyai sistem biro kredit (sistem informasi debitur) yang kredibel. Setiap pinjaman nasabah yang jatuh tempo, M-Swhari akan menginformasikan bahwa nasabah akan dilaporkan pada biro kredit beserta risiko-risikonya. Penduduk Kenya umumnya cukup tahu bahwa pelaporan kepada biro kredit adalah sesuatu yang sebaiknya dihindari.

Dukungan infrastruktur tersebut tak mudah dibangun begitu saja dalam membangun keuangan inklusi. M-Shwari bisa jadi merupakan fenomena unik di Kenya yang tak mudah ditiru di negara lain. Namun, kasus Kenya membuktikan bahwa keuangan inklusi dapat dikembangkan tanpa teknologi serba canggih. Yang dibutuhkan untuk mencapai keuangan inklusi adalah sebuah produk yang sesuai dengan karakteristik negara dan penduduk setempat.

Tulis Komentar

Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.