Blockchain, Emas Sebenarnya di Balik Bitcoin

Dua tahun sejak ramai diperbincangkan, tampaknya perkembangan Bitcoin di Indonesia masih “gitu-gitu aja”. Startup mengenai Bitcoin memang bermunculan, termasuk masuknya beberapa startup dari luar negeri. Namun, sepanjang tahun 2015 kemarin, berita terbesar tentang Bitcoin adalah saat dijadikan permintaan tebusan pada peristiwa pengeboman Mall Alam Sutra.

Boleh jadi, hal tersebut terjadi karena startup-startup di Indonesia terlalu fokus pada Bitcoin, bukan pada dasar teknologi yang digunakan. Startup di Indonesia masih berkutat pada dua hal: penukaran Bitcoin dan pembayaran dengan Bitcoin. Padahal, ada yang lebih menarik pada Bitcoin yakni tentang blockchain dan konsep blockchain itu sendiri.

505084-blockchain

Blockchain adalah sebuah database yang tersebar tentang siapa memiliki berapa Bitcoin. Database tersebut mengkonfirmasi dan memverifikasi kepemilikan Bitcoin sebelum transaksi dilakukan. Karena database tersebut disimpan oleh banyak orang yang terlibat dalam Bitcoin, campur tangan dari otoritas sama sekali tidak diperlukan. Blockchain memungkinkan orang yang tidak saling mengenal, bisa saling percaya dan bertransaksi tanpa kehadiran otoritas.

Bukan Bitcoin, tetapi blockchain ini yang berpotensi melakukan lebih di masa mendatang. Lanjutkan membaca

Anarki Bitcoin

anarkiMarilah kita mulai membaca tulisan ini dengan sejenak mengheningkan cipta untuk nasib buruk kata “anarki” di Indonesia. Sejak zaman akhir orde baru pada tahun 1997-1998, kata anarkis marak digunakan dalam pemberitaan dengan makna “kekerasan”.  Contohnya dalam judul berita “Demo Anarki Timbulkan Antipati“. Padahal, dalam KBBI, anarki berarti (1) hal tidak adanya pemerintahan, undang-undang, peraturan, atau ketertiban; (2) kekacauan (dl suatu negara).

Masih menurut KBBI, anarkisme diartikan sebagai “ajaran (paham) yg menentang setiap kekuatan negara; teori politik yg tidak menyukai adanya pemerintahan dan undang-undang”. Meskipun ada penganut anarki yang menghalalkan segala cara, tetapi banyak juga pelaku anarki yang menghindarkan penggunaan kekuatan dan kekerasan dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang mereka inginkan. Sementara berkat penggunaan yang salah dari media sampai sekarang, kata anarkis bergeser maknanya sebagai sebuah tindakan yang merusak, menimbulkan kekacauan, menganggu ketertiban, atau membahayakan keamanan.

Salah satu contoh terbesar berjalannya anarkisme adalah pada tahun 1936 saat terjadinya revolusi Spanyol. Sekitar lima sampai tujuh juta orang bergabung dalam sebuah struktur sosial tanpa pemerintahan. Setiap orang melakukan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing : ada yang bekerja di bidang pertanian, bekerja di pabrik atau sekolah, hingga menahan serangan dari militer. Hasil dari pekerjaan tersebut dapat dinikmati oleh setiap orang sesuai dengan kebutuhan masing-masing, bukan berdasarkan apa yang telah mereka berikan untuk komunitas.

Pada contoh tersebut, absennya penguasa tidak menghasilkan hal-hal yang ditakutkan warga negara pada umumnya: kekerasan dan kriminal di mana-mana, masyarakat hidup dalam kelaparan, hukum rimba berlaku, dan sebagainya. Anarkisme yang terjadi pada saat itu, jauh berbeda dengan makna anarkisme yang dikenalkan media kita.

Dalam arti sebenarnya, salah satu bentuk anarki yang sekarang sedang berkembang adalah Bitcoin. Bitcoin, yang telah ada sejak tahun 2009, marak diperbincangkan di Indonesia akhir tahun 2013 kemarin. Ramainya perbincangan Bitcoin (dan mulai adanya transaksi menggunakannya), sampai membuat Bank Indonesia merasa perlu untuk melakukan kajian terhadap Bitcoin. Langkah Bank Indonesia tersebut sepertinya membuat entitas yang berkepentingan terhadap Bitcoin di Indonesia merasa mendapatkan angin perhatian dari otoritas sistem pembayaran di Indonesia tersebut. Dua diantara founder entitas tersebut kemudian menulis surat terbuka untuk Bank Indonesia. Lanjutkan membaca