Kalau misalnya ditanya, mending kerja di mana, BI atau OJK, dengan yakin sebenarnya saya akan menjawab, BI. Alasannya sederhana, semua orang tahu BI sebagai lembaga elegan nan mewah macam menara gading. Semua gadis, termasuk marketing kartu kredit, teller dan customer service yang cakep-cakep di Bank itu memandang kagum pada pegawai Bank Indonesia. Kalau sudah seperti itu, penampilan fisik bisa menjadi pertimbangan yang nomor sekian.
Beda halnya jika saya sebut OJK sebagai tempat kerja. Mungkin reaksi pertama orang akan, “Hah, apa? Ojek? Tukang ojek?“. Meskipun sebenarnya kerjaan yang saya lakukan sama, termasuk besaran kewenangannya, kerja BI terlihat lebih wah daripada kerja di OJK. Hanya karena orang belum mengenal OJK dan kewenangannnya.
Apa itu OJK dan kewenangannya, sebenarnya telah dijelaskan secara gamblang melalui namanya, Otoritas Jasa Keuangan. Jasa Keuangan adalah sebuah bidang yang mempertemukan antara pemilik dana surplus (masyarakat, perusahaan, pemerintah) dalam bentuk tabungan dan menyalurkannya kepada pihak yang membutuhkan dana (bisa juga masyarakat, perusahaan, dan pemerintah) baik secara langsung ataupun tidak langsung. Contoh lembaga yang bergerak di bidang jasa keuangan adalah bank, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, pasar modal dan lembaga keuangan lainnya.
Sedangkan otoritas secara mudah dapat diartikan sebagai pemerintah atau penguasa. Kewenangan sebuah otoritas meliputi mengatur, mengawasi, memeriksa hingga menyidik. Artinya, lembaga ini yang membuat aturan, kemudian memastikan aturan tersebut dipatuhi semua orang. Jika ada yang terindikasi melanggar, lembaga ini juga mempunyai kewenangan memeriksa hingga menyidik tersangka pelanggar tersebut.
Dari kata otoritas saja sudah terlihat betapa besarnya wewenang OJK. Belum lagi jika dilihat dari kata jasa keuangan. Menurut itung-itungan OJK sendiri, total aset jasa keuangan yang akan diawasi OJK mulai tahun 2014 adalah 11.000 triliun Rupiah. Uang sebesar itu bisa dipakai untuk membuat hampir 2.500 jembatan Suramadu. Jika uang sejumlah tersebut dibelikan kerupuk untuk seluruh rakyat Indonesia, maka setiap orang akan bisa makan tiga kali sehari bertemankan kerupuk selama 40 tahun.
Kenapa OJK?
Kenapa tiba-tiba ada OJK? Tidak cukupkah otoritas jasa keuangan yang telah ada sebelumnya yaitu Bapepam-LK (otoritas pasar modal dan lembaga keuangan) serta Bank Indonesia (otoritas Bank)? Lanjutkan membaca