Melihat Lebih Dekat Proses Bisnis UangTeman

Tulisan ini adalah bagian pertama dari trilogi mengenai the Rising of Startup FinTech in Indonesia. Pada bagian pertama ini, saya mencoba melihat lebih dekat proses bisnis UangTeman dan menjelaskan   kenapa bunga UangTeman sedemikian mahal.

Munculnya UangTeman, startup yang mau meminjami Anda uang, menimbulkan banyak respon yang umumnya negatif. Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan, dengan tega (namun jujur) bahkan menyebut UangTeman sebagai rentenir jenis baru yang memanfaatkan teknologi. Jika Anda meminjami saya uang dengan bunga 1% per hari, saya pun akan lebih suka memanggil Anda lintah darat daripada harus menyebut Anda dengan sebutan teman.

Sumber: https://housebuyfast.co.uk/

Bunga setinggi itu harus dikenakan oleh UangTeman karena walaupun seakan-akan mereka memanfaatkan teknologi, proses bisnis mereka sebenarnya tidak lebih bagus daripada proses bisnis bank tradisional. Meskipun pengajuan pinjaman dapat dilakukan secara online, untuk pinjaman pertama calon nasabah UangTeman tetap harus melakukan hal yang dilakukan oleh semua calon nasabah bank, datang ke kantor. Hal ini mengharuskan UangTeman membuat kantor cabang hingga di beberapa kota di mana mereka ingin beroperasi.

Masih perlunya proses tatap muka ini adalah kelemahan utama UangTeman yang mengaku berbasis teknologi. Lanjutkan membaca

Mengintip Keuangan Inklusi di Negeri Para Petani

Salah satu kasus e-money paling sukses di dunia, terjadi bukan di negara maju dengan teknologi paling canggih, tetapi justru terjadi di negara di mana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Negara tersebut juga bukan negara kaya, lebih dari setengah penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan. Negara tersebut bernama Kenya, dengan layanan e-money bernama M-PESA yang punya 17 juta pengguna aktif (Maret 2013) atau sekitar 45% dari total populasinya.

M-Pesa pertama diluncurkan pada tahun 2007, memberikan layanan di mana penggunanya bisa mengirim dan menerima uang, serta membayar tagihan. Layanan ini diselenggarakan bukan oleh Bank, melainkan oleh sebuah perusahaan telekomunikasi bernama Safaricom yang menguasai sekitar 70% pangsa pasar di Kenya. Tidak memerlukan teknologi canggih, M-Pesa digunakan cukup dengan SMS. Yang dibutuhkan untuk menggunakan layanan ini hanya sebuah handphone dan sebuah kartu identitas yang masih berlaku.

mpesa

Sebelumnya hadirnya M-Pesa, orang Kenya mengirim uang dengan biaya yang relatif mahal. Untuk uang senilai USD 100 misalnya, mereka dapat mengirimkannya secara cepat melalui Bank atau MoneyGram dengan biaya masing-masing sekitar USD 20 dan USD 12. Sedangkan untuk cara yang lebih lambat, penduduk Kenya dapat mengirim melalui perusahaan bus (USD 3) atau kantor pos (USD 6). Sedangkan  M-Pesa menawarkan biaya sekitar USD 2,5 untuk mengirimkan uang secara real time dengan jumlah yang sama ke non-pengguna M-Pesa. Biaya pengiriman uang untuk sesama pengguna M-Pesa bahkan lebih murah lagi.

Dengan cepat, M-Pesa mengubah cara orang-orang Kenya mengirim uang dan bertransaksi. Insentif yang diberikan kepada kedua pihak (tenant dan nasabah), membuat M-Pesa juga digunakan sebagai payment platform. Sejumlah rumah sakit, perusahaan asuransi, sekolah hingga toko kelontong menerima pembayaran melalui M-Pesa.

Setelah lima tahun berjalan, M-Pesa dikembangkan menjadi layanan keuangan yang lebih kompleks. Lanjutkan membaca