Beberapa malam kemarin itu, Jono (sebut saja begitu) mengirim wasap kepada saya. Jono ini sejenis teman yang “unik”. Cuma muncul kalau lagi ada perlunya saja, entah mau ngutang atau ada perlu lain. A friend in need is a friend indeed, begitu kilahnya saat saya protes. Karenanya, saat saya terima pesan dari Jono ini, saya langsung tahu maksud dan tujuannya.
Jono meminta ketemu, yang saya iyain kemarin sore. Benar saja, tiada lain tiada bukan, si Jono ini memang mau minta tolong. Tak sekedar utang, yang dia minta kali ini lebih berat.
“Aku kepingin nikah, Jon.” (Entah kenapa, dari dulu saya dan Jono memang saling bertukar sapaan yang sama, Jon.)
Nah kan, saya bukan penghulu, bukan orang tuanya, bukan pula calon mertuanya, tapi Jono meminta tolong pada saya untuk menikahkannya. Ya jelas saya bingung.
Yang lebih bikin bingung, dia cuma mau dinikahkan dengan satu orang secara khusus. Mantan pacarnya. Mantan pacarnya yang sudah minggat sejak kapan tau. Entah masih hidup atau sudah mati, entah sudah kawin atau punya anak lima, lha gimana saya mau menikahkan mereka. Lanjutkan membaca